Selasa, 19 Agustus 2014


INDAHNYA CINTA DAN PERSAHABATAN
Karya Laila Novi Kusumawati

Pagi hari, yang cerah. Semua masih sama seperti biasanya. Namaku masih tetap Laila, masih tetap duduk di kelas 9. Dan masih bersekolah di SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Rumah dan keluargaku juga masih sama.

Hanya satu yang berbeda, hatiku. Hatiku sedang hancur, mendapat kabar buruk dari penghibur hatiku. Yang nyatanya, dia hanya memberikan harapan palsu, saja. Bukan ‘perhatian’ yang ku kira.
“Ngelamun aja, yuk kantin”, sapa sahabat terdekatku, Minda.
“Haha, yuk!”, aku spontan tertawa kecil, karena ‘merasa’ dikagetkan.
Halaman sekolahku tidak begitu luas, tapi sekarang, jaraknya terasa sangat jauh. Saat Minda menanyakan; Kenapa aku ‘galau’ ?




Aku hanya diam, aku yakin dia sudah tau apa alasannya. Kemarin aku uda luapkan semua cerita dan kesedihanku sama dia, bahkan tangisku..
“Udahlah gak usah terlalu dipikirin. Kita uda mau ujian lho La, semangat! Kamu pasti bisa La, kamu kuat”, ucap Minda menyemangatiku, saat ke luar dari kelas. Karena sedari tadi aku hanya diam. Tetep aja, aku diem dan hanya membalasnya dengan senyuman.
“Iya La, nanti ga bisa masuk SMADA, mati kau!”, canda Azza, yang juga sahabatku. Ini sangat menggelikan. Aku dan semua sahabatku, sontak tertawa. Dia memang sahabat yang paling berbeda dari yang lain. Dia sangat humoris. Dia-lah pencair suasana kita.
“Yuk balik, udah bel tuh. Denger ngga?”, ajak Azza kepadaku dan yang lainnya, dengan nada semangat.
“Yuk”, jawab kita serempak dan disertai dengan anggukan dari yang lain.
“Ma-te-ma-ti-ka”, begitulah aku mengeja kata yang tertempel di sampul buku tulis berwarna cokelat ini.
Seperti biasanya, kami berkelompok untuk mengerjakan beberapa soal untuk persiapan ujian. Nama kelompok ku Fidayodela, terdiri dari beberapa anak kece; Fitri, Dava, Yovie, Desthi dan aku, Laila. Menurut penglihatan temen-temen dari kelompok yang lain, kelompok ku adalah yang ternyaman! Karena kami konsekuen dengan hak dan kewajiban kami. Saatnya serius kita konsentrasi, saatnya free kita bener-bener gila. Pokoknya nyaman dan nyenengin kok!
Seperti hari biasanya, aku sama temen-temen pulang naik bus, angkutan umum. Tapi, aku ngerasa ada yang beda dari biasanya, semua temen-temenku dari tadi senyum dan ketawa ga jelas. Mencurigakan. Yakin, pasti ada yang mereka sembunyiin.

Ini lagi.. Aku ngga ngerti sama perilaku Minda, yang ini. Dia mau duduk bentar di tengah jalan mau ke halte. Aku sih nurut aja. Awalnya, aku cuman fokus sama cemilan di tanganku ini. Tapi kok, tiba-tiba...
“Ada yang dateng! Aku mau pergi! Aku ngga mau di sini! Aku benci dia!”, teriak ku dalam hati. Sekarang, aku telah melahap habis cemilanku. Bingung asli, mau ngapain. Fix, aku salting.
“Minda, ayo pulang..”, kataku sama Minda yang baru asyik ngobrol sama temen yang lain.
“Nanti dulu ah La”, jawab Minda, santai. Dia bener-bener gak mikirin aku yang dari tadi salting, dan muak liat...
“Gawat! Ini bener-bener gawat. Tuhan...”, aku pengen teriak sekenceng-kencengnya, berharap temen-temen denger dan bakal segera pulang.

Entah kapan waktu uda mulai berdetik, dia... Iya, dia. Fauzan. Uda turun dari sepedanya dan sekarang jalan, menghampiri aku.
“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu, boleh?”, ujarnya dengan nada lembut dan tanpa ku sadari, aku mengangguk.
Aku lihat sekelilingku. Masih sama, masih temen-temenku aja yang di sini. Dan masih saja, mereka sibuk ngobrol. Seperti tidak tau, aku ‘akan’ ngobrol sama Fauzan. Atau mungkin berpura-pura tak tau(?)

Aku duduk. Tepat di depan dia berdiri. Capek tau berdiri.
“Aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu”, kata Fauzan dengan singkat. Jelas. Mendarat tepat di telinga. Mengebom hatiku. Meledaklah, duar!
Sekejap aku mengangkat pandanganku yang sedari tadi melihat ke bawah. Aku diam, menatapnya. Aku usir pandanganku ke sekitar. Aku makin diem, bahkan sekarang aku membelakkan mata. Hampir semua teman satu kelas aku, di sini. Ngeliat ini. Rasaku amburadul.

Aku ngga pernah nyangka, ternyata dia memendam ini(?) pengen banget aku bilang ke dia, “Maafin aku yang udah buruk sangka sama kamu. Aku uda ngira, kamu cinta sama orang lain dan menganggapku cuman sebagai pelampiasan kamu”. Tapi ku urungkan niatku.
“Aku juga cinta sama kamu”, jawabku lirih. Agar tak ada temen yang denger. Ternyata hipotesaku nol. Temen-temen uda tukeran telinga sama kelelawar. Mereka semua denger. Semua teriak, menggodaku.
“Mau ngga jadi pacarku?”, katanya dengan singkat di tengah-tengah teriakan temen-temen. Lalu semua diam. Aku melihatnya, lebih lekat. Aku lihat ada harapan besar di matanya.
Aku menunduk, lagi. Aku ngga tau harus berkata apa. Aku punya prinsip, ngga mau pacaran selama aku belum memiliki ‘ikatan suci’.

Tapi, di samping itu.. Aku juga pengen hangout, makan bareng dan seneng-seneng yang lain, sama lawan jenis. Aku pasti bahagia. Dunia ini milik aku. Karena, cinta datang dengan senyum kecil yang sangat manis.
“Min...da?”, kataku dengan memberikan isyarat bahwa aku membutuhkan solusi.
“Udah, terima aja Lai!”, ujar Yulia bersemangat.
“Iya, nanti nyesel loh”, ujar Fitri dengan senyum manisnya.

Semua temanku pun berujar...
“Terima aja, anggap ini cuman ‘status’. Kamu masih bisa jaga diri kamu. Tetap istiqomah sama prinsip kamu. Aku yakin, pasti Fauzan bakal ngebantu kamu buat jaga prinsip kamu. Dia ngga mungkin nyakitin kamu”, bisik Minda.
Aku peluk dia, erat.
“Iya, aku mau”, jawabku dengan senyum kecil untuknya. Semua temen-temen teriak, gempar.
Akhirnya, aku berlalu dari dia. Kami berjalan menuju halte, tempat kita biasa nunggu bus.
Aku seneng, aku sangat bersyukur kepada Allah. Semoga Allah ngga marah sama aku. Aku bisa miliki cinta di hati aku dengan sebuah jawaban pasti. Aku sangat menikmati hidup dengan cinta yang aku punya, dengan Fauzan. Indah...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar